Senin, 17 Oktober 2011

KERLINGAN TAWA TRADISIONAL YANG TERKIKIS DI BUMI PERTIWI


Apakah kalian masih ingin berbagi cerita masa kecil kalian? Jika saya masih ingin berbagi cerita lebih mengenai masa kecil saya. Dulu saya masih sempat memainkan permainan dakon, petak umpet, slebur-sleburan. Wah,waktu itu adalah momen yang menyenangkan bagi saya. Bagaimana dengan para sohib pembaca?
Kali ini saya akan berbagi tentang mainan tradisional kepada para sohib pembaca. Jika kita pernah melihat atau mungkin membaca berbagai media dalam topik ini serasa kembali pada jaman jadul. Masa yang mungkin menyenangkan bagi kebanyakan orang pada tahun 1990-an ke atas  di dalam sebuah lingkup mainan “jadul”. Tapi tahukah kalian tak hanya masa-masa indah kalian yang terkikis dari roda waktu kehidupan, namun era-era mainan bumi pertiwi tersebut juga hampir terkikis punah di dalam peradaban modern masa kini. Sangat ironis sekali jika kita kehilangan suatu peninggalan kreasi para leluhur yang kini telah ditinggalkan oleh generasi penerusnya sendiri.
Untung saja, di sebuah daerah tepatnya di kota Bantul Yogyakarta sekelompok orang renta berusia 75 tahun ke atas masih bersedia untuk menggeluti dunia bisnis yang tak layak lagi  bersaing. Selain untuk mengisi perut keluarga juga merupakan hobi dalam membuat mainan-mainan jadul tersebut. Katakanlah mbah Wiyar salah satu kelompok tetua yang dengan senang hati masih konsisten dalam pembuatan mainan jadul ini. Kegiatannya yang selalu dimulai rutin dari jam 4 pagi hingga jam 4 sore itu hanya meraup sedikit keuntungan. Bagaimana tidak, untuk satu mainan hanya dihargai 1000 rupiah saja dan itu jarang sekali laku, sebuah penghargaan yang terlalu kejam untuk seorang nenek yang berusaha mempertahankan warisan budaya. Kitiran, Sarang Burung, dan Payungan itulah yang selalu dijajakannya setiap hari di sekitar lingkungan sekolah berharap masih ada yang membeli. Tapi kenyatannya hanya bisa dihitung jari yang mau membeli itupun karena mungkin ada keterpaksaan atau harga yang relatif murah.
Mengapa demikian? Karena pemerintah kurang bisa mengatur pasokan barang impor modern sehingga hampir-hampir melahap produk dalam negeri, kedua efek globalisasi IT yang kurang bisa diseimbangkan dengan budaya tradisional. Akibatnya apapun yang berbau modern lebih digemari daripada yang tradisional (dalam hal musik,tarian,hingga permainan) padahal kita tahu bahwa mainan tradisional itu lebih ramah lingkungan dan aman penggunaannya daripada mainan modern (contohnya saja pistol mainan)
Jadi jika kita hanya menggantungkan para orang renta tersebut untuk melestarikannya, bisa jadi sejarah warisan leluhur yang begitu indah dan kreatif akan meninggalkan kita sehinggga negara kita akan menjadi sebuah negara tanpa aset yang bisa dikenang. Cobalah kita tengok negara barat atau negara tetangga mereka semua pada ngiler sama aset-aset budaya kita. So, sebelum mereka mengklaim, marilah kita budayakan bersama-sama warisan leluhur bangsa. Sehingga nantinya kita akan menjadi bangsa yang  lengkap dengan jati diri bangsanya dan mudah dikenal di mata dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar